26 November 2007

Kucing Kampung

Kucing kampung ada di sekitar (kampung) kita, jika seseorang memeliharanya di dalam rumah, mungkin kucing yang lain akan mengatainya sebagai kucing rumahan.
Kucing kampung bertahan hidup dengan mengais sisa-sisa makanan yang kita buang, atau memangsa tikus kecil (mouse) bukannya tikus got (rat), kadang burung gereja yang lengah saat hinggap. Seperti urban kota, kucing kampung bertahan hidup di pasar-pasar, lokasi wisata, kaki lima, dan di tempat-tempat di mana biasa terdapat sisa-sisa makanan terbuang.
Jika kita lihat orang yang bekerja sebagai pemulung, maka seperti itulah kucing kampung bekerja. Jika kita melihat anak pemulung bekerja, maka seperti itulah anak kucing kampung yang sebatang kara mencari makanannya. Jika kita melihat anak pemulung yang kadang bermain di sela-sela pekerjaannya. Maka anak kucing kampung juga masih suka bermain saat dia juga harus mempertahankan hidupnya, jika bertemu bola kertas ia akan mempermainkannya, jika bertemu seutas tali, anak kucing akan menganggapnya sebagai alat bermain juga.
Kucing kampung adalah manusia dalam bentuk organisme berkaki empat, memiliki bulu sebagai pakaian, dan harus bekerja untuk mempertahankan hidupnya. Berbeda dengan kucing hutan, atau manusia hutan, mereka predator dan berburu mangsa di dalam hutan.
Seperti manusia, kucing kampung memiliki sifat-sifat bawaan ataupun trauma psikis yang akan mengajarinya dalam berinteraksi dengan manusia. Ada yang jinak, semakin mendekat ketika disentuh, bahkan ada yang terkejut dan segera lari jika menyadari kehadiran manusia didekatnya. Kucing ini, mungkin sekali pernah disakiti oleh manusia.
Kisah Kucing Pasar
Malam ini saya pulang agak larut, dari tempat kerja saya mampir ke Bulevar Hijau menengok ibu. Saya sudah pindah ke Ruko Famili, dibelakang pasar Famili Mart. Baru kali ini saya tinggal di dekat pasar. Kalau malam sering saya lihat berkeliaran kucing-kucing di antara kios-kios yang sudah tutup.
Dalam perjalanan pulang, pada arah ruko pinggir (ruko saya ada ditengah), saya mendengar suara kucing minta tolong (mungkin?). Kucing itu berada di dalam toko, dan tidak dikeluarkan saat ruko itu ditutup, ruko itu tidak ditinggali dan kamar atasnya dipakai sebagai gudang. Kucing itu mungkin lapar dan tidak bisa keluar.
Pada bagian dimana suara itu lebih jelas, ternyata lubang rolling-door yang keropos dan berkarat, melongok kepala seekor anak kucing yang terus mengeong-ngeong. Setengah meronta saya mencoba menariknya keluar dan berhasil. Pipinya robek berdarah terkena ujung seng yang tajam, mungkin karena usahanya keluar, atau karena saya menariknya barusan, darahnya masih segar. Karena Bulevar Hijau dan Famili Mart cukup dekat, saya telpon adik minta dia datang dan membawa sisa-sisa makanan di rumah. Begitu adik datang, si anak kucing lahap sekali menyantap makanannya.
Kucing Betina
Hari-hari berikutnya kucing yang berkelamin betina itu menemani saya. Sengaja ruko saya kunci pagar teralisnya saja, jadi bisa keluar masuk ruko semaunya, baik ketika saya pergi atau bila dia lapar sendiri atau buang kotorannya di luar. Luka di pipinya semakin kering dan membaik. Dia bisa mengenali suara motor saya, dan memburu saya berlari cepat tak mau kalah dengan lari motor sehingga saya harus memelankan laju motor agar dia tidak celaka. Saya membagi makanan saya, sampai dia menuntut saya agar memberinya makanan saat dia lapar, mengeong-ngeong. Kadang saya memukulnya karena terganggu saat saya sedang makan (kelak saya akan menyesal akan kelakuan kasar saya).
Kucing kecil semakin tumbuh lucu, bulunya semakin mengkilat, warna putih dan coklat mudanya semakin terang. Saya semakin tergantung kepadanya dan menyadari memelihara kucing merupakan kesenangan tersendiri. Kucing saya semakin cantik dan mengundang pejantan-pejantan dari pasar mendekatinya.
Tiba-tiba suatu hari datang lagi anak kucing, mungkin kehilangan induknya, warnanya coklat muda polos. Saya jadi terbiasa dengan kucing dan tak terganggu dengan biaya makannya. Saya putuskan untuk memeliharanya. Keduanya tak terlihat sering bermain bersama, mungkin si betina sudah merasa dewasa dan lebih suka dikelilingi oleh pejantan-pejantannya. Sampai si betina bunting, kucing kecil hilang dan tak pernah kembali ke rumah. Yang saya sesali, saya pernah tak sengaja menginjak kepalanya ketika dia berlarian di bawah langkah saya. Saya lihat satu gigi taringnya patah oleh saya. Saya telah menyakitinya. Ketika induk betina melahirkan tiga anaknya, kucing kecil sudah tidak ada lagi. Seharusnya dia bisa jadi kakak teman bermain bagi mereka, tapi yang paling mungkin terjadi adalah: kucing kecil akan lebih sering diserang kucing induk, karena akan dianggap mengancam ketiga anaknya. Siapa tahu? Bayi kucing sangat lucu, mungil, halus, lembut, rintihan lapar (atau haus?) membuat suasana jadi lebih berbeda, sang induk--saya mengenalinya sebagai Pus Mbok (saya tidak menamai kucing saya, atau memanggilnya dengan namanya, tapi dalam hati saya memanggilnya Pus Mbok)--jadi lebih sering di ruko menyusui anaknya.[Photo]Saya biasa memberi makan kucing sebelum berangkat kerja pagi hari dan setelah pulang kerja di malam hari. Saya memberinya ikan segar dicampur nasi. Saya beri dia porsi lebih banyak karena sedang menyusui. Ukuran saya, jika terlalu banyak akan ada sisa, sehingga makanan itu basi, walau di hari libur saya beri makan juga di siang harinya. Kesimpulan saya, kucing akan berhenti makan jika kenyang, tetapi jika terlalu banyak tak bisa dimakannya. Jadi disiang hari dia kelaparan dan mencari makanan sendiri di luar. Pernah saya coba makanan kering Friskies, tetapi saat dia masih kenyang, maka kucing liar lain yang lapar akan menghabiskannya duluan. Ibu Muda yang Gagal Membesarkan Anaknya

Saya baru menyadari hal ini kemudian, setelah saya melihat selama waktu berjalan, satu demi satu pengalaman menyaksikan, hampir sepuluh induk kucing yang pertama kali melahirkan, gagal mengantar anaknya menjadi cukup besar untuk mandiri. Mulai dari tidak disiplin menyusui anaknya; enggan menyusui anaknya; ibu yang terlalu kurus dan mungkin tidak cukup memiliki susu untuk sejumlah anaknya; lahir prematur; lahir cacat; bahkan tidak tahu cara melahirkan (melahirkan sambil berjalan, anaknya tergolek sepanjang perjalanannya, dan dia pergi meneruskan perjalanannya).

Hari-hari berikutnya Pus Mbok mulai malas menyusui anaknya, kadang-kadang anaknya tertidur (karena lapar?). Ataukah ia kurang makan, karena saya hanya memberinya makan 2 kali sehari. Tapi ia bisa mencari makan di luar (atau dia malas juga karena terbiasa diberi makan?). Ketiga anaknya mulai kurus kurang susu, dan saya tidak bisa memberinya makanan lain, sudah dicoba ikan segar atau Friskies, anak-anak kucing itu tak mau makan, sampai akhirnya satu demi satu anak kucing itu mati kurang gizi (?) atau mungkin kena penyakit karena tidak cukup ASI untuk kekebalan tubuhnya (?) Ibu muda masih lebih suka bermain di luar dari pada menyusui anaknya.
Sampai pada buntingnya yang kedua, dari tiga anaknya hanya satu yang bertahan tumbuh lebih besar sampai akhirnya mau makan makanan pengganti selain ASI, sehingga dia bisa tumbuh sampai remaja, anak kucing ini bekelamin jantan dan bertahan lama tinggal dengan saya.
Generasi ketiga, sang induk sudah lebih perhatian pada anaknya, disusuinya terus sehingga dua ekor bertahan sampai remaja, yang lain bukannya mati, tetapi hilang, yang saya tahu mereka tidak pulang ke rumah, entah ada orang yang ambil, atau tertabrak di jalan--tetapi tak pernah saya melihat bangkainya. Setelah generasi keempat, barulah sang induk tak suka pacaran lagi, seluruh waktunya dipakainya untuk menyusui anaknya, bermain, membersihkan kutu ditubuh anaknya, hingga untuk pertamakali Pus Mbok berhasil membesarkan seluruh anaknya sehat sampai dewasa.

Ingin Uang Dari Internet?

Condomowo, Kucing Kampung, Kucing Liar?

Condomowo, Kucing Kampung, Kucing Liar?
Berkeliaran di luar, tak harus di rumah. Makan apa saja yang bisa ditemui di alam bebas. Makanan sisa, binatang yang lebih kecil, atau cukup minum saja sudah cukup untuknya bertahan hidup sementara.